Hallo....... " Sahabat Melanie "

Posted by Melanie Subono | Posted in | Posted on 09.46

1



Haloo terima kasih untuk semua teman-teman yang sudah mau mampir ke Blog gue, disini mungkin kalian akan bingung kenapa gue bisa bikin Blog lagi, Blog kedua gue ini menceritakan tentang pekerjaan gue sebagai LO (Liaison Officer). Mungkin kalian banyak yang tidak mengetahui pekerjaanku ini. Gue yakin ini profesi impian hampir semua orang. But apakah lo tau bahwa artis juga juga manusia? Apakah keadaan di balik panggung dan kehidupan sehari-hari mereka seglamor yang kita baca dan kita dengar?

MELANIE, BEHIND THE STAGE

Sebagian dari kalian mungkin tahu, selain sebagai model, penyanyi, dan juga presenter televisi, gue juga dikenal sebagai anak Adrie Subono. Hampir di setiap event yang digelar Java Musikindo, perusahaan showbiz yang didirikan papa, kami anak-anaknya termasuk gue selalu terlibat. Wajah gue selalu ada di lini paling depan. Wajar, soalnya gue adalah Liaison Officer (LO), atau penanggung jawab Divisi Talent yang bertugas
Sayangnya, tak banyak yang tahu kalau gue bukan sekadar anak seorang promotor. Dan, bahwa profesi yang gue jalani bersama Java bukanlah sekadar hasil fasilitas dari papa gue tersayang semata, tetapi juga hasil dari usaha dan kerja keras gue selama bertahun-tahun.
Jauh sebelum papa mendirikan Java Musikindo, gue, Melanie, sudah berkecimpung di bidang Event Organizer (EO) alias penyelenggara pertunjukan. Hanya saja, gue akui, baru di Java eksistensi gue sebagai LO terlihat lebih nyata. Apalagi Java terbilang EO yang cukup rajin menggelar konser. Mulai dari musisi lawas macam Saigo Kick, Foo Fighters, Alanis Morissette, Frente, M Big, Boyzone, Ricky Martin, The Cranberriei hingga diva pop Mariah Carey. Dari Westlife, Asrj, Arkarna, The Corrs, Bond, Diana Krall, Korn, Avr, Lavigne, hingga Hoobastank dan Muse.
Dan    dapat    dipastikan, gue ada bersama sebagian besar dari daftar nama tersebut.Kebayang dong, betapa  bahagianya gue bisa berdekatan   dengan   artis papan atas dunia sepert mereka. Kisah kedekatan dengan merekalah yang ingin gue bagi ke kalian semua.  Pengalaman yang baru sekarang gue sadari sebagai sesuatu yang berharga.  Nggak gue dapat. Cue juga jalan-jalan, ngobrol, bahnan nongkrong bareng mereka. Asyik kan?
Belum lagi, gue mendapat akses menimba ilmu tentang kehidupan panggung hiburan dunia langsung dari sumbernya. Bagaimana membuat lagu yang baik, bagaimana menjaga suara agar tetap prima saat konser, apa yang harus dilakukan dengan penampilan di atas panggung, sampai tentang manajemen

Benci? Nah, ini juga iya. Soalnya, terus terang, pekerjaan ini bukan untuk orang yang pengennya iseng doang karena lagi nggak ada kerjaan. Ini serius! Dan, perlu gue tambahkan juga, okelah profesi ini kedengarannya keren banget di kartu nama, tetapi saat lo terjun di dalamnya, lo baru sadar: ini kerjaan pembantu. Gue dituntut bermental kuat, tubuh sehat, dan pikiran yang cerdas. Dan seperti yang gue katakan tadi, gue ibaratnya kacung artis lah. Hiperbolis? Nggak, karena memang itulah kenyataannya.
Seorang LO bertanggung jawab atas artis yang didampinginya. Tugasnya sudah dimulai jauh sebelum konser berlangsung dan baru berakhir ketika si artis sudah lepas landas. Pekerjaannya macam-macam, dari menjemput artis di bandara, mengurus bagasi, hingga menyiapkan kamar hotel. Dari urusan menemani mereka jalan-jalan, makan, hingga mengurus kenyamanan mereka selama berada di Indonesia. Saat divisi lain mungkin sudah berada di rumah setelah konser selesai dan tidur dengan tenang, kita para LO masih berkeliaran tanpa henti.
Tapi, di balik itu semua, pekerjaan gue memungkinkan gue menemukan jawaban atas rasa penasaran gue atas gosip-gosip tentang mereka yang gue baca di majalah atau media lainnya. Gue jadi tahu kenapa sang diva Mariah Carey sampai sampai mengharuskan jendela kamar tidurnya ditutup kertas hitam ukuran tertentu. Kenapa para personel Korn terlambat datang, padahal menggunakan pesawat pribadi. Bagaimana seorang Andi Lau siap menyembah gue saat disuguhi jeruk bali. Meskipun kesal saat bekerja tak terhindarkan, ada saja kejadian yang berkesan yang kalau gue ingat lagi sekarang pasti bikin ketawa geli. Yah, tentu aja, meskipun gue ketawa sekarang mengingat semuanya itu, bukan berarti beneran saat gue berada di sana waktu itu. Gue panik, bingung, stres! Entah berapa ribu kali gue bersumpah, nggak mau ngambil kerjaan seperti ini lagi.
Dan bukan itu aja. Adalah kewajiban pekerjaan gue untuk menyiapkan permintaan artis-artis itu. Permintaan yang masih di batas kewajaran sih, okelah ya. Ini enggak. Kebanyakan permintaan mereka aneh bahkan sering juga yang nggak masuk akal. Bayangkan, gimana sibuknya gue mengobrak-abrik toko demi mendapatkan teh herbal kesukaan Alanis Morisette. Atau, kesalnya gue saat harus mengganti semua pesanan sushi Diana Krall karena tiba-tiba dia mengaku vegetarian. Belum lagi kalau artisnya ngambek dan minta pindah hotel segala.
Pokoknya, setiap kali konser berlangsung, dapat dipastikan muka gue dan anggota divisi LO lainnya  terlihat  kusut, cemberut,   bahkan sering judes. Soalnya,   di   saar-saat itu bisa dipastikan kami   mengalami kurang    makan, kurang tidur, dan emosi tinggi. Maaf  ya. Seandainya aja kalian ada di posisi kami, kalian pasti bisa paham.
Dan itulah salah satu alasan gue nulis buku ini. Walaupun gue anak si promotor, bukan berarti gue dapet dispensasi. Yah, emang sih, beberapa kali papa mengulurkan tangan untuk membantu, tetapi bukan berarti mencampuri tanggungjawab. Dia sangat memahami kemampuan kerja anak-anaknya. Tapi, kalau ada sesuatu yang sudah di luar kendali kami, papa pasti turun tangan. Seperti ketika hidungku memar merah karena terbentur pintu yang dibanting salah seorang anggota rombongan The Corrs. Well, secara gue ini LO. yah, hal semacam itu sudah jadi risiko.
Gue juga beruntung punya  Mama Chrisye. Dia nggak cuma penuh perhatian dan ngedoain gue, dia juga selalu ada saat-saat gue butuh dukungan, Dia selalu mengingatkan kami membawa obat, vitamin, dan makanan supaya kami nggak mati kelaparan. Dengan seabrek tugas di hadapan kami, terkadang hal-hal kecil semacam itu tak terpikir lagi.
Apalagi, tugas gue dan para LO nggak hanya mengurus artis, Penggemar-penggemar mereka juga. Nggak jauh berbeda dengan si artis, para fans ini tak jarang membuat kami sibuk bahkan panik. Mulai dari urusan minta tanda tangan, atau foto bareng hingga sembunyi di semak-semak di sekitar hotel supaya bisa bertemu artis pujaannya. Kiriman kado dan surat dari mereka sering membuat kami harus menyediakan saw kamar ekstra. Semua kiriman itu harus kami sortir dan tak jarang si artis meninggalkannya di kamar. Kalau sudah begini, kitalah yang membawa semua hadiah seabreg itu pulang. Atau, karena banyaknya fans yang memaksa minta tanda tangan, padahal si artisnya bilang
enggak mau, terpaksa deh... tanda tangan yang dikembalikan ke para fans adalah tanda tangan gue dan tim gue. Hihihihihi... UPS
Dan setelah semua usaha yang keras itu, bukan penghargaan minimal ucapan terima kasihlah yang kami terima. Tapi omelan, sumpah serapah malah pernah dapet cakaran dari para penggemar. Gimana, mulai kebayang kan betapa berisikonya pekerjaan ini ?
Kalo belum, sebaiknya baca terus. Perpaduan suka dan benci ini anehnya malah bikin gue ketagihan. Rasanya sama kayak bikin tato deh; sakit tapi sayang kalo nggak dilakukan, soalnya gambarnya bagus.
Penting kalian ketahui juga, gue nggak bermaksud menjatuhkan atau melecehkan siapapun. Sekali lagi gue tekankan, gue hanya ingin berbagi cerita tentang kehidupan di balik panggung hiburan. Apa yang sebenarnya terjadi sebelum lampu-lampu konser dinyalakan dan setelah mereka padam. Gue juga pingin nunjukkin bahwa pekerjaan sebagai LO bukan pekerjaan iseng, main-main, atau sekadar hura-hura pengisi waktu luang. Di balik glamor dan kesenangan yang gue dapat, ini adalah pekerjaan yang profesional.
Jadi, kalo ada di antara kalian yang berminat menjadi LO supaya bisa nonton konser gratis, lebih baik dipikirin lagi baik-baik deh!